Rabu, 03 Juni 2015

Wawancara Khusus Dengan Jefry Sun Di Kantor KBRI

Jefry Sun (JS)

Perawakannya kecil. Usianya masih sangat muda, 22 tahun. Sekilas pandang, tak ada yang menyangka, bila ia sudah banyak malang melintang di bisnis judi online kelas internasional.

Sempat masuk dalam daftar pencarian lintas negara, Jefry Sun, menyerahkan diri dan menjadi tokoh kunci terkuaknya kasus penyanderaan dan penganiayaan pada 23 warga Meranti lainnya, oleh perusahaan judi di Kamboja.
Apa yang sebenarnya terjadi? Benarkah ia melarikan uang Rp2,1 Miliar milik perusahaan judi? Berikut wawancara khusus wartawan Pekanbaru Pos (PP-Grup JPNN) Afni Zulkifli dengan Jefry Sun (JS), di lokasi perlindungan KBRI Kamboja, beberapa waktu lalu di Phnom Penh.



PP: Bagaimana awal kasus ini bermula?
JS: Sebelumnya, saya ingin mengklarifikasi banyak berita yang salah di tanah air. Hampir 95 persen beritanya salah semua. Saya bukan perekrut tenaga kerja tempat judi.

Lowongan pekerjaan di Kamboja, kami dapatkan dari akun Facebook dengan nama Susi Angel. Lalu tawaran itu dipromosikan dari mulut ke mulut.

25 orang akhirnya terkumpul dan setuju untuk mencoba kerja ini. Semua tahu akan kerja di casino dan resort. Jadi tidak benar kalau saya yang mengajak 23 WNI itu. Tidak benar mereka tidak tahu akan kerja di mana. Intinya, kita berangkat atas kesadaran bersama untuk bekerja di tempat judi Grand Dragon, Kamboja.

Tanggal 1 November 2014, kami berangkat dari Selat Panjang menggunakan fery ke Batam. Lanjut ke Singapura dan naik pesawat ke Phnom Penh, Kamboja. Tiket dan visa perjalanan ditanggung perusahaan. Kami hanya memberikan dana Rp500 ribu per orang kepada si calo, yakni Susi Angel.   

Dari 25 orang, tujuh diantaranya memilih keluar karena gaji bulan pertama tak sesuai janji. Namun ada yang masuk lagi enam orang. Empat orang seingat saya datang tanggal 28 Februari 2015. Satu orang tanggal 4 April dan satu orang tanggal 5 April. Jadi totalnya 24 orang, dari Meranti semua.



PP: Apa yang dijanjikan perusahaan judi, sehingga tergiur untuk bekerja jauh ke Kamboja?
JS: Syaratnya mudah, yang penting bisa mengoperasikan komputer. Tiket pesawat Singapura-Kamboja dan Visa ditanggung perusahaan. Gaji pertama Rp3 juta ditambah uang saku USD 330 per bulan. Lalu ada uang kompensasi Rp4 juta saat cuti pulang.

PP: Tiba di sana, langsung kerja tempat judi?
JS: Iya. Bulan pertama jadi pengelola blogger.

(Dari penelusuran Pekanbaru Pos, website judi yang memiliki server di Kamboja, ternyata menggunakan blog berita abal-abal sebagai alat kamuflase mempromosikan website mereka. Tujuannya agar situs judi lebih mendominasi rangking di google.

Saat pertama kali bekerja di tempat judi, para staff perusahaan judi biasanya diajarkan cara memposting berita di blog. Termasuk 24 WNI asal Meranti, yang juga diminta untuk menginput berita setiap hari. Namun karena dinilai lebih berpengalaman, JS cepat mendapat 'kenaikan pangkat'.

Biasanya dalam blog berita abal-abal ini, link website judi diselipkan diantara isi berita. Dengan satu klik, website judi pun sudah bisa dikunjungi dengan bebas, tanpa perlu takut terpantau aparat kepolisian di Indonesia. Pekanbaru Pos sempat mengunjungi beberapa website judi tersebut, yang ternyata memang banyak 'terselip' diantara blog-blog berbahasa Indonesia)

PP: Lalu setelahnya?
JS: Semuanya jadi customer service (CS) mesin judi online. Tapi pada bulan kedua ini, saya sudah diangkat menjadi supervisor. Karena pengalaman dan penghasilan saya jauh lebih besar dari kawan-kawan yang lain.

PP: Apa pengalaman kamu di tempat judi?
JS: Sebelum kerja di grand dragon Kamboja, saya pernah bekerja di tempat judi Bavet, Kamboja. Dari 6 September 2013-Januari 2014. Setelah itu pernah ke Filiphina, tempat judi juga. Keluar Juni 2014. Sempat nganggur pulang ke Selat Panjang, November 2014 baru diajak lagi ke Kamboja.

PP: Banyak sekali pengalaman main judinya?
JS: Saya tidak pernah main judi. Saya kan cuma mengoperasikan mesin judi. Jadi cuma pekerjanya saja.

PP: Penghasilan selama malang melintang di bisnis judi itu berapa?
JS: Bervariasi. Mulai dari ratusan ribu, jutaan, puluhan juta hingga ratusan juta. Saya pernah mendapatkan Rp1 miliar per hari.

PP: Wah, banyak sekali. Darimana saja itu?
JS: Server judi online yang banyak di luar negeri, terutama di Kamboja, semua membernya adalah masyarakat Indonesia. Karena di Indonesia masih ilegal, maka servernya diletak di luar negeri, namun pemainnya semua ada di dalam negeri. Jumlahnya saya prediksi bisa jutaan orang. Bahkan puluhan juta. Jadi ya wajar saja kalau nilainya sampai segitu.

PP: Cara mengeruk keuntungannya bagaimana?
JS: Makanya dibutuhkan tenaga kerja dari Indonesia, karena komunikasi antara member dengan CS menggunakan bahasa Indonesia dan pelayanan transaksinya nanti juga menggunakan Bank Indonesia. Seperti BCA, BRI, Danamon, BNI dan Mandiri. Blog untuk promosi website judinya juga berbahasa Indonesia. Kalau soal mencari untung, namanya juga bisnis judi. Orang Indonesia masih banyak yang suka main judi, apalagi judi online. Lebih aman.

PP: Apakah member sengaja dikalahkan dan kalian mengaturnya dari komputer operator atau server?
JS: O, tidak. Kerja kami hanya membiarkan member saling bermain. Kami menerima uang dari mereka, untuk membeli kredit. Uangnya masuk ke perusahaan.
Kalau jadi bandar, memang soal kecepatan tangan saja. Tidak ada yang sengaja dikalahkan. Tapi peluang menang kami pasti lebih besar. Misalnya hari ini member menang, dia besok main lagi kalah. Jadi dibuat semacam candu agar member tetap terus mau bermain di website judi kami.

PP: Ada berapa banyak website judi yang servernya di Kamboja dan membernya dari Indonesia?
JS: Wah, tidak terhitung. Banyak sekali. Yang jelas kalau judi online, sudah pasti membernya dari Indonesia.

(Dari penelusuran Pekanbaru Pos diketahui, bahwa soal jumlah website judi di Kamboja sangat fantastis. Sebagai gambaran saja, di setiap kamar di Grand Dragon, bisa menampung hingga 70 komputer. Setiap website judi, membutuhkan 3-4 komputer. Artinya dalam satu kamar saja, bisa mengoperasikan 20-25 website judi. Sementara di lokasi Grand dragon ini, ada ratusan kamar yang disewakan bagi pebisnis judi.

Itu baru di grand dragon saja. Di Kamboja, ada dua lokasi judi terbesar lainnya. Yakni di Bavet dan Paypet. Di Bavet yang terletak di Provinsi Svay Rieng-dekat perbatasan Vietnam-ada satu casino namanya Sun City. Di sini seluruh operator mesin judinya adalah warga Indonesia. Jumlahnya mencapai 700 WNI. Rata-rata usianya masih muda-muda, 19-25 tahun. Ada juga yang masih di bawah umur, namun persentasenya sedikit.

Dengan temuan di atas, maka diperkirakan ada ratusan bahkan ribuan website judi dioperasikan dari Kamboja dengan member pemain judi dari Indonesia. Dan ironisnya, operator judinya di Kamboja adalah anak-anak muda Indonesia)

PP: Apakah temuan saya di atas benar?
JS: Ya, benar. Memang begitulah faktanya. Di salah satu tempat judi Filiphina, ada sekitar 200 warga Indonesia.

PP: WNI menjadi mayoritas pekerja di tempat judi Kamboja, mereka datang dari mana?
JS: 80 persen dari wilayah Sumatera khususnya Medan, Sumatera Utara. Termasuk dari Riau. Sedangkan 20 persen lagi dari berbagai daerah di Indonesia.

PP: Rata-rata gaji yang didapat berapa?
JS: Kalau CS atau operator, rata-rata bisa dapat Rp 7-10 juta per bulan.

(Dari penelusuran Pekanbaru Pos, ternyata gaji dari perusahaan judi dibagi dalam dua mata uang. Gaji dalam mata uang rupiah, ditransfer langsung ke rekening dalam negeri. Sementara gaji dalam bentuk Dollar AS, diberikan langsung sebagai biaya hidup selama di Kamboja. Di Negara ini, selain mata uangnya sendiri, juga masih menggunakan Dollar AS).

PP: Jadi dari 23 WNI Meranti, kamu jadi pemimpinnya?
JS: Iya. Karena penghasilan dari mesin saya lebih besar dari mereka, maka saya ditunjuk jadi pemimpinnya. Di grand dragon, ada dua supervisor. Saya dan AS asal Medan, Sumatera Utara.

(Dari data yang berhasil didapat Pekanbaru Pos, 23 WNI ini dipekerjakan menjalankan mesin judi dari dua kamar berbeda. Yakni kamar VIP 3 dan kamar 215. Di kamar 215, ada dua website judi terkemuka yang dikelola. Tujuh WNI asal Meranti, bekerja di sini. Sedangkan di kamar VIP 3, ada sembilan website judi dan 16 WNI asal Meranti bekerja di sini. Semua member website atau penjudi onlinenya, berasal dari Indonesia. JS bekerja di kamar VIP 3.

Pemilik perusahaan judi online Dai Long, diketahui bernama Lim Pek. Warga negara Singapura dan disebut masuk dalam DPO. Ia memperkerjakan banyak WNI, mulai dari manager, staff hingga tukang pukul.

Lim Pek ikut mengintimidasi 23 WNI asal Meranti. Ia mengancam akan mengabisi mereka dengan sentrum listrik. Sementara penganiaya WNI asal Meranti, diketahui WNI asal Medan yang menjadi anak buah Lim Pek)

PP: Sejak kapan kamu mengenal dunia judi?
JS: Sejak umur 16 tahun (JS kelahiran April 1993). Masih SMA. Ketika itu senang nonton bola. Kalau gak taruhan, kurang enak. Karena judi dilarang, diajak teman taruhan via judi online. Akhirnya malah ketagihan.

PP: Apakah kerja pertama di tempat judi?
JS: Nggak. Tamat SMA saya pernah jadi kepala gudang di Batam selama empat bulan. Lalu buka counter HP, 7 bulan. Jadi TKI ilegal di Singapura. Caranya, masuk sebulan kemudian keluar, lalu masuk lagi. Itu selama enam bulan. Setelahnya baru diajak kerja tempat judi di Kamboja, sampai 6 September. Waktu itu gaji Rp4 juta per bulan.

PP: Bagaimana sistem kerja di tempat judi?
JS: Semuanya hampir sama saja. Baik di Filiphina maupun di Kamboja. Awal karirnya jadi blogger dan CS judi. CS ini kerjanya seperti kasir judi online. Jadi kita hanya melihat member melakukan deposit (setor dana) dan withdraw (tarik dana). Shif kerjanya 8 jam.

Kalau teman-teman saya biasanya cuma 150-200 transaksi satu hari. Kalau saya bisa 200-250 transaksi setiap hari. Kuncinya di kecepatan tangan dan perhitungan saja.

Lalu jenjang berikutnya jadi operator. Biasanya ada satu meja yang dimainkan beberapa member. Kerja operator hanya memutarkan uang saja. Keuntungan perusahaan didapat dari keuntungan tiap meja.

Untuk naik tahap berikutnya tidak mudah. Makanya di Filiphina keluar, masuk lagi di Kamboja. Baru dua bulan jadi CS sudah dipercaya bos besar jadi bandar.

PP: Penghasilan terakhir kamu berapa?
JS: Jabatan terakhir saya supervisor atau bandar, bisa dapat Rp17-18 juta per bulan.

PP: Apakah keluarga tidak melarang kamu kerja di tempat judi?
JS: Pasti melarang, tapi saya tidak bisa dilarang. Saya anak bungsu dari empat bersaudara. Dari keluarga sederhana.

PP: Benarkah kamu melarikan uang perusahaan sebesar Rp2,1 miliar?
JS: Tidak benar. Silahkan dicek semua rekening saya dan keluarga. Pasti tidak ada uang segitu. Pihak perusahaan juga tak bisa menunjukan bukti mereka kehilangan uang Rp2,1 miliar. Karena nilai itu memang fiktif. Tidak ada.

PP: Mengapa fiktif? Bisa dijelaskan?
JS: Dalam judi, peluang menang dan kalah itu 50:50. Jika member kalah, maka perusahaan menang. Tapi kebanyakan, kami yang menang. Pembagiannya begini:

(JS mengambil sebuah kertas dan mulai menggambar cara kerja di perusahaan judi online. Ada bagan terendah bernama member, lalu agent atau bandar, master agent atau manager dan master alias bos besar.
Bila member kalah, maka bandar mendapat 75 persen, manager mendapat 5 persen dan bos besar mendapat 20 persen. Dari nilai 75 persen, untuk operasional dan masuk laporan keuangan pada bos besar).

Dalam kasus ini, saya menjadi member sekaligus bandar. Saya melakukan ini karena sakit hati dengan manager. Dia selama ini berbuat curang, tidak memberikan bagian yang adil pada grup kami. Padahal pemasukan kami besar. Saya sengaja mengerjai dia, karena pasti dia yang akan dicari bos besar.

PP: Maksudnya, kamu membuat transaksi fiktif?
JS: Benar. Saya menjadi member sekaligus bandar. Sebagai member, saya pasang taruhan Rp1,1 miliar. Lalu sebagai bandar, saya memberi kredit senilai itu. Saya sengaja kalah untuk merugikan perusahaan. Tapi uangnya fiktif, tidak ada. Jadi tidak ada kerugian apapun karena member dan bandar adalah saya sendiri.

PP: Berapa lama kamu membuat transaksi fiktif begitu?
JS: Hanya 15 menit. Kalau saya mau, saya bisa memberi nilai dengan angka lebih besar. Karena saya bandarnya. Tapikan nilai kerugian ini tidak ada sebenarnya.

PP: Apakah kamu tahu dampaknya akan sebesar ini?
JS: 60 persen saya tahu. Makanya setelah itu saya melarikan diri dari Kamboja.

PP: Mengapa pergi sendiri dan tak mengajak teman-temanmu?
JS: Kalau ada masalah seperti ini, pasti yang dicari hanya pelakunya. Pihak perusahaan judi tidak akan membawa kasus ke polisi. Mereka punya kamar rahasia sendiri, untuk menginterogasi yang berbuat curang. Biasanya dikurung berhari-hari dan dipukuli. Saya tahu bakalan dicari atau bahkan dihabisi. Makanya saya lari segera meninggalkan Kamboja.

(Dari informasi KBRI, JS pergi hanya membawa baju di badan. Selama berhari-hari sejak melarikan diri, ia hanya mengenakan pakaian yang sama. Celana jeans, baju kaos warna putih dan jaket hitam. Oleh pihak KBRI Kamboja, JS akhirnya diberikan beberapa pakaian ganti)

Tapi tanpa saya sangka, manager panik dan mereka menyandera kawan-kawan yang datang bersama saya. Padahal mereka tak tahu apa-apa dan tidak bersalah. Mereka disandera dan dianiaya. Itu semua sengaja mereka lakukan untuk memancing saya keluar.

PP: Bagaimana prosesnya hingga kamu menyerahkan diri?
JS: Saya melakukannya tanggal 4 Mei. Tanggal 6 Mei, saya masih berada di Phnom Penh. Tanggal 7 Mei, saya keluar dari Kamboja. Naik pesawat ke Singapura. Lalu naik fery ke Batam.

Di sanalah saya baca berita, ternyata kawan-kawan saya disandera. Berita juga simpang siur. Perusahaan judi sengaja menghembuskan isu saya melarikan uang. Rumah saya digeledah polisi. Saya merasa tidak aman dan memutuskan batal pulang ke Selat Panjang. Saya sembunyi ke Johor, Malaysia.

Saya terus memikirkan keselamatan kawan-kawan di Kamboja. Makanya saya buat email kaleng ke KBRI Kamboja. Saya beri informasi dan lokasi perusahaan judinya, agar kawan-kawan saya bisa diselamatkan.

Sementara itu saya tetap berkomunikasi dengan orang tua. Pada mereka saya berjanji akan menyerahkan diri. Maka saya telpon pihak Kemenlu di Jakarta. Mereka mengucapkan terimakasih saya mau bekerjasama. Tanggal 18 Mei, saya menyerahkan diri ke KBRI Malaysia. Agak lama karena waktu itu terbentur hari libur panjang.

PP: Mengapa kamu berani kembali?
JS: Saya memang disarankan untuk tak kembali ke Kamboja. Tapi saya mau bertanggungjawab penuh pada penyelesaian kasus ini. Kawan-kawan saya tidak bersalah. Saya ingin mereka dibebaskan.

PP: Apakah kamu menyesal, tindakan isengmu sudah berdampak besar. Terutama pada keselamatan kawan-kawanmu?
JS: Ya pasti. Tapi bagaimanapun, saya datang untuk menyelamatkan mereka. (KBRI mengakui, bahwa berkat email JS lah mereka mendapatkan lokasi pasti tempat judi 23 WNI. Karena mereka masuk ke Kamboja, menggunakan visa turis dan tak melaporkan diri ke KBRI).

Saya sudah meminta maaf secara khusus pada mereka. Saya bersyukur mereka sudah memaafkan saya.

PP: Sekarang kawan-kawanmu sudah bebas, sementara kamu disidang. Bagaimana perasaannya?
JS: Saya senang mereka selamat. Tujuan saya kembali memang untuk mereka. Saya juga siap menghadapi perusahaan judi di meja sidang. Karena saya yakin, tidak ada kerugian yang saya lakukan sebagaimana yang dituduhkan. Kalau pun mau disidang, tidak masalah.

Saya mengucapkan terimakasih kepada KBRI Kamboja, terutama Bapak Dubes Pitono Purnomo dan seluruh staffnya. Mereka telah membantu proses pembebasan kawan-kawan saya. Juga telah memberi tempat aman untuk saya selama di Kamboja.

PP: Apakah kamu menyesal?
JS: Menyesal itu pasti. Tapi semuanya sudah terjadi dan harus saya hadapi. Saya hanya takut satu hal saja, kalau nanti harus dipenjara di Kamboja. Mungkin beberapa tahun tidak bertemu keluarga di Selat Panjang. Tapi ini sebuah pengalaman hidup. Saya juga salah dan siap bertanggungjawab.

PP: Usia kamu masih muda. Jika masalah ini selesai, punya cita-cita mau kerja apa?
JS: Saya belum terpikir untuk ke arah sana. Mau fokus menyelesaikan masalah ini dulu.

PP: Banyak remaja Indonesia yang bekerja di tempat judi seperti kamu. Ada saran untuk pemerintah?
JS: Judi memang dilarang di Indonesia, tapi bagi pebisnis judi online, Indonesia masih pangsa pasar yang sangat potensial. Jika pemerintah mau bekerjasama, saya bisa bantu polisi untuk menutup website-website judi yang membernya orang Indonesia.


MEMBELA DIRI: Jefry Sun (kiri, jaket hitam) saat dipertemukan dengan pihak perusahaan judi. Ia mengklaim tidak mencuri uang perusahaan sebagaimana dituduhkan. Keberadaannya hingga saat ini disembunyikan oleh KBRI Kamboja, demi menjaga keselamatannya menjelang sidang.

SUMBER : Pekanbaru Pos/JPNN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar